Site icon lijusu.com

Indonesia raja ekspor stainless steel di dunia sejak 2021

Situs worldtopexports.com melaporkan bahwa Indonesia adalah eksportir stainless steel (baja nirkarat) terbesar di dunia untuk tahun 2021, dengan nilai eskpor USD 3,7 miliar sehingga menguasai 67,1% dari jumlah ekspor stainless steel di dunia. Empat belas negeri eksportir stainless lainnya hanya menguasai 22,9%!!!

Di bawah ini adalah daftar 15 negeri eksportir stainless steel terbesar di dunia:

Dengan catatan bahwa sejak 2021, Indonesia adalah produsen stainless steel terbesar kedua di dunia setelah China. Indonesia mempertahankan posisi hebat itu dengan nilai produksi stainless steel sebesar USD 26 miliar selama 2022 saja plus sekitar USD 6 miliar lagi dari produksi barang lain yang berbahan nikel. Posisi ini diraih Indonesia karena stainless steel membutuhkan nickel sebagai bahan utama pelapis baja untuk dijadikan stainless steel.

Untuk tahun 2023 ini, Indonesia bahkan akan memperkokoh posisi itu dengan ekspor stainless steel mencapai USD 6 miliar. Angka itu akan menjadikan Indonesia menguasai sd 90% nilai dan jumlah ekspor stainless di dunia sedangkan 14 negeri di bawahnya hanya menguasai 10%!!! Indonesia benar-benar akan menjadi raja ekspor produk itu!!!

Sukses Awal Program Hilirisasi Pemerintah RI

  1. Situs IISIA (https://www.iisia.or.id/post/view/id/kinerja-industri-baja-tahun-2022-dan-prospek-tahun-2023) melaporkan sebagai berikut:

Surplus neraca perdagangan besi dan baja  selama tahun 2021 dan 2022 adalah yang terbesar dalam sejarah republik yang tercinta ini.

Setelah bertahun-tahun mengalami neraca perdagangan negatif, sejak tahun 2020 telah berbalik menjadi positif (lihat Gambar 1). Pada tahun 2020, neraca perdagangan mengalami surplus sebesar USD3,22 miliar, dan terus meningkat pada tahun 2021 dan 2022 menjadi USD8,50 miliar dan USD11,97 miliar secara berturut-turut.

Faktor pendorong perbaikan neraca perdagangan  tersebut adalah tumbuhnya produksi baja stainless steel sebagai imbas positif dari kebijakan hilirisasi mineral serta produksi baja karbon yang merupakan dampak dari investasi berbagai produsen baja global.  

Hal ini menyebabkan tumbuhnya ekspor baja yang sangat besar selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2020, 2021, dan 2022, ekspor baja meningkat dari USD11,17 miliar menjadi USD23,34 miliar pada tahun 2021 dan USD26,03 miliar pada Januari-November 2022.

Lihat grafik di bawah ini:

Indonesia produsen stainless steel yang terbesar kedua di dunia sejak 2021

Sukses Indonesia ini sudah diperkirakan sejak 2021 oleh banyak pihak di luar negeri: India, Eropa dll.

Sebagai contoh, pada 1 Juni 2021, koran The Times of India memperkirakan bahwa produksi stainless steel Indonesia akan mencapai sekitar 4,2 juta ton dan India sekitar 3,5 juta ton selama 2021 sehingga Indonesia akan mengambil-alih posisi India sebagai produsen stainless terbesar ke-2 di dunia pada 2021 (https://timesofindia.indiatimes.com/business/india-business/indonesia-will-overtake-india-as-second-largest-stainless-steel-maker-issda/articleshow/83146850.cms). Pada 4 Juni 2021, situs www.eurometal.net mengutip berita itu dengan judul “Indonesia to become No.2 stainless steel producer (Indonesia akan menjadi produsen stainless No. 2).”

Posisi pertama dipegang oleh China sampai sekarang.

Jadi, China dan Indonesia berperan penting sekali dalam produksi stainless steel sedunia. India di peringkat ke-3. Silakan baca juga: Produksi baja tahan karat akan meningkat menjadi 60 juta ton pada tahun 2023 – MEPS (https://gmk.center/en/news/stainless-steel-production-will-increase-to-60-million-tons-in-2023-meps/).

Beberapa negeri sudah menerapkan tarif impor atas stainless steel dari Indonesia untuk mengurangi atau menghambat impor produk itu dari Indonesia, contohnya Uni Eropa (https://www.reuters.com/markets/commodities/eus-tariffs-indonesian-stainless-steel-curtailed-exports-jakarta-says-2023-01-31/); https://thediplomat.com/2023/02/indonesian-steel-exports-have-plummeted-due-to-eu-tariffs-official-says/.

  1. Indonesia pemilik pabrik sulfat nikel dengan kapasitas produksi terbesar di dunia: Grup Harita adalah pemilik PT Halmahera Persada Lygend (HPL) yang baru saja mulai ekspor sulfat nikel sebanyak 5.584 ton ke China. Situs www.tbpnickel.com menyatakan bahwa pabrik sulfat nikel mereka adalah yang pertama di Indonesia dan terbesar di dunia dalam hal kapasitas produksi. Silakan baca juga: https://www.cnbcindonesia.com/news/20230617200442-4-446856/bangga-ri-punya-pabrik-nikel-sulfat-terbesar-di-dunia. Foto pabrik mereka di Pulau Obi (diambil dari www.tbpnickel.com):
  2. Nilai produk stainless steel dan produk-produk lain yang juga berbahan nikel yang sebesar USD 32 miliar itu akan naik menjadi sekitar USD 36 miliar selama tahun 2023 ini. Banyak investor dalam dan LN sedang dan akan membangun pabrik stainless steel, misalnya PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL). Silakan klik baca artikel di detikfinance: “Tambang Nikel Raksasa RI Mau Bangun Pabrik Stainless Steel Rp 15 T:” https://finance.detik.com/industri/d-6797056/tambang-nikel-raksasa-ri-mau-bangun-pabrik-stainless-steel-rp-15-t.
  3. Aneka perusahaan yang terlibat dalam mata rantai hilirisasi bijih nikel merupakan bagian dari sektor formal. Hasilnya, pendapatan pajak pemerintah dari sektor formal akan naik cepat. Kami perkirakan nilai aneka produk hilirisasi nikel,  tembaga, bauksit dll akan membantu menaikkan persentase pendapatan pemerintah dari pajak menjadi 12-13% pada 2027. Selama tahun 2027, kami perkirakan GDP Indonesia akan naik menjadi sekitar 1,7 T secara nominal dengan kurs IDR 15.000/USD 1. Jadi, kemampuan pembayaran bunga dan pokok utang pemerintah akan naik sebesar antara USD 25,5 miliar (IDR 382,5 T dan USD 34 miliar (IDR 520 T)!!!
  4. Hilirisasi benar-benar sedang dilaksanakan secara besar-besaran. Kutipan dari siaran pers Kemenperin yang bertanggal 24 Februari 2023 (https://kemenperin.go.id/artikel/23861/Menperin:-Berperan-Penting-Bagi-Ekonomi,-Kontribusi-Manufaktur-Masih-Tertinggi) menyatakan sebagai berikut:Terkait kebijakan hilirisasi industri berbasis pengolahan sumber daya mineral logam, Kemenperin fokus pada lima komoditas, yaitu industri berbasis bijih tembaga, industri berbasis bijih besi dan pasir besi, industri berbasis bijih nikel untuk stainless steel dan bahan baku baterai, industri berbasis bauksit, serta industri berbasis monasit, dan sumber potensial lainnya, seperti logam tanah jarang.“Berdasarkan data Kemenperin per 1 Februari 2023, terdapat 91 smelter di Indonesia dengan perincian 48 telah beroperasi, dan lainnya dalam tahapan feasibility study dan kontruksi,” ungkapnya. Sedangkan dari lokasinya, jumlah smelter terbanyak berada di Provinsi Sulawesi Tengah (25 smelter), Maluku Utara (22 smelter), Sulawesi Tenggara (12 smelter), Kalimantan Barat (10 smelter), dan terdapat 34 smelter yang terletak di berbagai provinsi lainnya.“Dari  48 smelter yang telah beroperasi tersebut, smelter nikel memiliki total kapasitas produksi sebesar 262.560 ton per tahun, investasi mencapai Rp5,55 triliun, dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 2.337 orang,” sebut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (14/2).Kemudian, smelter besi baja memiliki total kapasitas produksi sebesar 1,6 juta ton per tahun, investasi mencapai Rp15,96 triliun, dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 2.729 orang. Untuk smelter tembaga memiliki total kapasitas produksi sebesar 150.000 ton per tahun, investasi mencapai Rp266 milliar, dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 525 orang. Selain itu, smelter aluminium memiliki total kapasitas produksi 544.563 ton per tahun, investasi Rp15,66 triliun, dan penyerapan tenaga kerja 1.893 orang.Menperin memberikan sebuah ilustrasi, apabila dilakukan hilirisasi untuk komoditas yang akan dibatasi ekspornya, akan memberikan potensi besar untuk penyerapan tenaga kerja, penambahan kapasitas produksi, dan meningkatnya nilai investasi.Sebagai contoh, pada tahun 2022, Indonesia mengekspor bijih bauksit dan konsentratnya sebesar 17,8 juta ton. Apabila bijih bauksit ini dihilirisasi menjadi alumina, dapat menjadi 8,9 juta ton alumina yang akan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 13.011 orang, dengan potensi nilai investasi sebesar Rp104 triliun.“Apabila dilakukan hilirisasi menjadi aluminium ingot, akan menjadi 4,5 juta ton aluminium ingot yang dapat menyerap tambahan tenaga kerja sebesar 36.885 orang, dengan kebutuhan nilai investasi sebesar Rp455 triliun,” sebutnya.

Bagi yang tertarik berinvestasi dalam industri stainless steel di Indonesia, silakan baca juga: Tiongkok Lebih Tertarik Berinvestasi Industri Baja di Indonesia, Ini Aspeknya: https://nikel.co.id/tiongkok-lebih-tertarik-berinvestasi-industri-baja-di-indonesia-ini-aspeknya/.

Baca juga: https://lijusu.com/indonesia-calon-penghasil-produk-manufaktur-terbesar-ke-7-di-dunia-2027/

Semoga bermanfaat.

(TST/LNN)

Exit mobile version