Belajar dari Thailand
Thailand terkenal dengan ekspor produk pertaniannya: duren Bangkok, pepaya Bangkok dll. Tetapi, per akhir 2021, kontribusi sektor pertaniannya hanya 8,53% dari GDP-nya, di bawah kontribusi sektor logistik dan transportasi sebesar 13,4% dan komunikasi 9,8%. Mengapa demikian?
Sejak sekitar awal tahun 2000, yaitu ketika pendapatan per kepalanya (GDP per kapita) sudah mencapai USD 2.000, pemerintahnya sadar bahwa rakyat Thailand sulit mencapai GDP per kapita USD 6.000, apalagi USD 12.000 jika mengandalkan sektor pertanian. Mengapa? Karena setiap orang bisa makan produk-produk pertanian sebesar kebutuhan fisik dan kesehatannya saja, sektor pertanian biasanya perlu banyak subsidi (Contoh: Indonesia, China), penghasilan petani dan pekebun umumnya terhambat oleh luas lahan, produktivitas per pekerja rendah dibandingkan sektor industri, keuangan dll, harga produk dalam negerinya juga terhambat oleh pesaing dari produk impor dari negeri-negeri tetangganya: Vietnam dll bagi Thailand, produksinya sangat terpengaruh oleh musim dan cuaca (seperti di Indonesia, China), generasi muda yang berpendidikan tinggi maupun rendah tidak mau bekerja di kebun yang sunyi, perlu banyak kekuatan fisik dll, semakin banyak migrasi ke kota menjadikan berkurangnya jumlah pekerja di sektor pertanian dll.
Sejak tahun 2003, Thailand berfokus pada industrialisasi. GDP-nya melesat. Lihat grafik di bawah ini (dalam miliar USD).

Pembentukan modal bruto, yang penting sekali untuk industrialisasi, naik terus (secara kuartalan, dalam juta THB; kurs THB/IDR= 421,5; kurs THB/USD= 35,26):

Hasil-hasilnya antara lain:
1. Thailand memproduksi 1,4 juta mobil selama 2020 dan 1,883 juta mobil selama 2022 (Indonesia: 1,470 juta mobil) sehingga menjadi raja mobil ASEAN dan eksportir mobil terbesar di ASEAN (1,3 juta mobil; Indonesia: 250.000 mobil) selama 2020 dst. Oleh media massa LN, Thailand sering disebut sebagai “The Detroit of Southeast Asia.” Catatan: Kota Detroit, AS, adalah mantan lokasi industri mobil terbesar di dunia sebelum Toyota, Mitsubishi, Mazda dkk dari Jepang sejak tahun 1980-an plus Hyundai dkk dari Korea Selatan “menyerbu” pasar mobil AS.
Foto pabrik mobil MG di Thailand (www.mgcars.com):
(2) GDP terbesar kedua di ASEAN (sekitar USD 500 miliar) setelah Indonesia.
(3) negeri yang paling terindustrialisasi di ASEAN (yahoo.finance.com: 12 Most Advanced Countries in Asia, 20 Desember 2022).
Saat ini, sektor industri berkontribusi sekitar 34,78% pada GDP-nya (Indonesia: 19,5%) dan sektor jasanya 56,69%.
Semua itu menjadikan ekspor Thailand bernilai 2/3 dari GDP-nya!!!
Ekspor alat-alat listriknya menyumbang sekitar 15% dari jumlah nilai ekspornya per tahun (vietnam.mfa.gov.by: A brief overview of the Thai Economy).
(4) Pengangguran hanya 1,2% akhir per tahun 2022, salah satu yang paling rendah di dunia!!!
(5) GDP per kapita: USD 7.651 selama 2022, tertinggi keempat di ASEAN setelah Singapura. Brunei, dan Malaysia.
(6) Ada lebih dari 2,877 juta orang pekerja asing yang terdaftar (www.ilo.org: Triangle in ASEAN Quarterly: Briefing Note Thailand) dan lebih banyak lagi yang tidak terdaftar. Karena itu, tidak heran, Thailand adalah tujuan utama pekerja migran di ASEAN (www.academic.oup.com: Labour migration trends and policy challenges in Southeast Asia). Catatan: Jumlah penduduk Thailand: sekitar 60 juta orang saja.
Jepang, AS dll
Di Jepang, AS dan negeri-negeri lain yang sudah lama maju, hanya sekitar 1% dari jumlah tenaga kerja mereka bekerja di sektor pertanian!!! Mereka memakai segala macam teknologi untuk tingkatkan produktivitas dan mengatasi kurangnya pekerja pertanian. Khususnya di AS, kepemilikan lahan oleh setiap keluarga petani dan pekebun bisa mencapai ratusan, bahkan ribuan hektar dengan tenaga kerja 2-5 orang saja!!!
Jadi, marilah kita re-industrialisasikan Indonesia!!! Hilirisasi adalah salah satu jalan utamanya. Target: Sektor industri berkontribusi sd 30% ke GDP dalam 10 tahun ke depan.
Semoga bermanfaat.







